Fadli Zon – Pernyataan Fadli Zon yang menyebut bahwa hasil penulisan ulang sejarah Indonesia akan di jadikan bahan ajar di sekolah langsung menimbulkan kontroversi dan perdebatan sengit. Politikus dari Partai Gerindra ini tidak main-main dalam misinya: membongkar ulang narasi sejarah yang selama ini di klaim sebagai hasil konstruksi politik Orde Baru.
Menurutnya, terlalu banyak celah, kebohongan yang di biarkan tumbuh, dan kepahlawanan yang di bangun dari ilusi. Ia menilai sejarah Indonesia selama ini di tulis untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan berdasarkan fakta yang utuh dan jujur. Karenanya, proyek penulisan ulang ini di anggap sebagai langkah athena 168 untuk membebaskan sejarah dari kepentingan ideologis masa lalu.
Sejarah Baru di Ruang Kelas
Fadli Zon menegaskan bahwa narasi sejarah yang baru akan menjadi rujukan utama dalam pendidikan nasional, terutama dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah. Artinya, generasi muda nantinya akan di ajarkan versi sejarah yang menurut Fadli lebih “adil”, lebih “objektif”, dan tentu saja lebih “berani” dalam menyebut siapa kawan dan siapa lawan situs slot resmi.
Tidak ada lagi narasi satu arah yang menjadikan satu tokoh sebagai pahlawan mutlak dan tokoh lain sebagai penjahat tanpa ruang pembelaan. Dalam sejarah versi baru ini, akan di buka kembali kasus-kasus seperti G30S, pembantaian 1965, peran Soekarno yang di bungkam, hingga keterlibatan militer dalam stabilitas politik. Semua akan di letakkan dalam konteks yang di sebut lebih seimbang.
Konten Kontroversial yang Akan Masuk Buku Teks
Beberapa isi dari naskah sejarah baru ini sudah mulai bocor ke publik, dan inilah yang membuat gelombang kritik semakin keras. Misalnya, pembahasan tentang peran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak lagi di gambarkan sepihak sebagai pengkhianat, melainkan sebagai salah satu kekuatan politik yang kala itu legal dan punya basis massa kuat. Bahkan, beberapa tokoh PKI di sebutkan memiliki kontribusi dalam dunia pendidikan dan kebudayaan yang selama ini di lupakan.
Tak hanya itu, sejarah tentang reformasi 1998, pemberontakan DI/TII, hingga peran Amerika Serikat dalam mendukung Orde Baru juga mulai di tuliskan secara gamblang. Fadli Zon sendiri mengatakan, “Sudah waktunya anak-anak kita tahu bahwa sejarah bangsa ini penuh luka dan manipulasi, dan mereka harus di ajarkan untuk tidak jadi korban selanjutnya.”
Proyek Penulisan yang Tak Luput dari Kritik
Tentu saja, rencana ini tidak mulus tanpa batu sandungan. Banyak akademisi, sejarawan, hingga tokoh pendidikan yang menyuarakan kekhawatiran akan kemungkinan manipulasi ulang terhadap sejarah yang sudah di tulis ulang. Bagi mereka, justru inilah bentuk baru dari propaganda jika tak di sertai metodologi akademik yang kuat dan terbuka terhadap kritik publik.
“Siapa yang menentukan versi sejarah mana yang benar? Kalau hanya berdasarkan sudut pandang politisi, ini bisa jadi bom waktu,” ujar salah satu dosen sejarah dari Universitas Indonesia.
Apalagi, Fadli Zon sendiri di kenal sebagai tokoh yang tak pernah jauh dari dinamika politik nasional, dan itu membuat banyak pihak curiga apakah proyek sejarah ini murni ilmiah atau penuh agenda politis tersembunyi.
Sekolah Jadi Medan Perang Wacana?
Dengan rencana masuknya naskah sejarah baru ke dalam kurikulum, sekolah tak lagi jadi sekadar ruang belajar, tapi medan pertempuran ideologi. Guru-guru akan di tuntut untuk memahami sejarah dalam versi yang belum tentu mereka pelajari sebelumnya, bahkan bisa bertolak belakang dengan pemahaman selama ini.
Lebih dari itu, akan ada konflik di dalam kelas, antara orang tua murid, guru, dan siswa yang mungkin mempertanyakan: sejarah versi siapa yang harus di percaya?
Sementara Fadli Zon berdiri tegak menyatakan bahwa ini adalah upaya “menyucikan sejarah dari kepalsuan”, para pengkritiknya justru menuduh ini sebagai upaya membingkai ulang masa lalu demi kepentingan kekuasaan di masa depan. Satu hal yang pasti: sejarah Indonesia tidak lagi bisa tidur nyenyak di buku-buku teks tua. Kini ia di paksa bangun, di revisi, dan di buka lebar untuk di pertarungkan.